Tuesday, August 26, 2008
Kawah Burkcle, al-'Amarah dan Ambruknya Zaman Perunggu
Ketika menggali situs2 pemukiman zaman perunggu di Turki dan Palestina, arkeolog Claude Schaeffer (1948)menyadari pola kerusakan di situs Troy, Alaca uyuk,Boghazkoy, Alisar, Tarsos, Ugarit, Byblos, Qalaat,Hama, Megiddo, Tel Hesi, Beit Mirsim, Beth Shan, Tel Brak dan Chagar Bazar mirip dengan pola runtuhan bangunan yang dihantam gempa besar. Pada situs yang sama pula arkeolog legendaris ini menemukan adanya
jejak-jejak perubahan iklim, yang menyebabkan transformasi penghuninya dan memundurkan kehidupan ekonomi tiap situs. Segera pertanyaan itu bergema : apa yang menyebabkan semua ini?
Belasan tahun kemudian (1978) muncul Harvey Weiss,juga arkeolog, menggali situs Tell Leilan di perbatasan Syria, Turki dan Irak. Situs ini dulunya propinsi Akkadia utara yang sangat subur sebelum kemudian ditinggalkan orang. Analisis sedimen dengan radiocarbon dating menunjukkan sejak 2300 BCE terjadi kekeringan dahsyat yang berlangsung selama 300 tahun kemudian sehingga situs ini binasa. Belakangan
kekeringan yang mirip juga ditemukan berimplikasi pada kota-kota Mesir Tua (yang mencatat berkurangnya lahan pertanian dan meluasnya padang pasir di sekitar 2300
BCE) dan peradaban Yunani (dimana dari 350 situs pemukiman zaman perunggu, 300 diantaranya hancur di sekitar 2300 BCE). Apa yang menyebabkan petaka regional ini ?
Heidi Cullen dan Peter de Menocal adalah orang yang skeptis dengan persoalan kekeringan regional yang dahsyat itu dan menganggapnya sebagai kasus lokal saja. Untuk menangkisnya mereka berdua pergi menggali di tempat yang tidak umum : dasar Teluk Oman. Di luar dugaan, analisis sedimen dengan radiocarbon dating menunjukkan di sekitar 2000 ± 100 BCE memang terjadi kekeringan yang luar biasa hingga produksi debu meningkat 2 - 6 kali lipat di atas normal, tertinggi dalam 10.000 tahun terakhir. Kekeringan itu melanda seluruh kawasan Jazirah Arabia dan Mesopotamia. Nun
jauh di benua Amerika, produksi debu juga meningkat 2 - 3 kali lipat (sebagai dampak kekeringan parah) seperti dijumpai di dasar Danau Elk, Minnesota dan gletser di Peru. Semuanya berasal dari sekitar 2100 ± 200 BCE. Sementara di Eropa, kayu-kayu tua menunjukkan terjadinya penurunan suhu yang dramatis di sekitar 2350 BCE. Apa yang menyebabkan bencana global ini ?
Sementara di selatan, giliran para geolog yang dipusingkan oleh keberadaan chevron dunes di Madagaskar, India dan Australia Barat. Ini bukit-bukit pasir nan aneh, sebab orientasinya tidak searah dengan arah angin setempat, ada yang muncul ditempat dimana tidak ada pantai didekatnya dan secara keseluruhan memiliki butir2 pasir berdiameter > 2 mm, mirip pasir gotri di Plengkung Gading, dekat Blambangan. Yang
mengesankan, bukit-bukit pasir ini terbentuk 4.000 - 5.00 tahun silam, rentang waktu yang sama dengan terjadinya bencana zaman perunggu. Ada dugaan bukit-bukit pasir ini dibentuk oleh megatsunami, yakni tsunami dengan run-up vertikal (alias tinggi
gelombang) teramat ekstrim hingga menjangkau > 100 m, yang berasal dari sumber titik (point source) seperti tanah longsor, erupsi paroksimal vulkan dan tumbukan benda langit. Namun apa biang keladi dari megatsunami ini dan apakah terkait dengan petaka iklim global zaman perunggu, semua serba tak jelas.
Petunjuk muncul dari analisis Marie-Agnes Courty pada debu-debu Tell Leilan dan sedimen Teluk Oman, yang menunjukkan keberadaan dolomit, mikrotektit kalsit dan
jelaga karbon. Mikrotektit adalah salah satu penanda kejadian tumbukan benda langit, sementara jelaga karbon yang berlimpah mengindikasikan adanya kebakaran berskala sangat besar, jenis kebakaran yang tidak bisa dijelaskan oleh erupsi vulkan maupun aktivitas manusia iseng. Petunjuk lebih jelas muncul dari bukit-bukit pasir aneh itu. Disana ditemukan pecahan meteorit, silika impak, fragmen kerak samudera dan impact spherules. Semuanya merupakan penanda kejadian tumbukan benda langit di samudera, yang menghasilkan kawah besar. Impact spherules di India dan Madagaskar
berdiameter > 200 mikron, menunjukkan bahwa diameter kawah tumbukan tersebut > 20 km.
Dan akhirnya Abbot dkk (2005) pun berhasil mengidentifikasi kawah itu. Kawah Burckle, demikian dinamakan, berada di Samudera Hindia pada posisi 30,865 LS 61,365 BT dengan diameter 29 km. Bertahun sebelumnya Sharad Master (2001) mengidentifikasi bahwa danau Umm al-Binni (31,150 LU 47,083 BT) di kompleks rawa al 'Amarah, titik pertemuan Sungai Efrat dan Tigris, memiliki kemiripan dengan ciri-ciri kawah
tumbukan. Danau berdiameter 3,4 km ini berbentuk sirkular, hal yang ganjil diantara danau-danau rawa lainnya yang selalu sangat irregular. Stratigrafi kompleks rawa al 'Amarah menunjukkan umur danau ini maksimum 5.000 tahun, sezaman dengan Kawah Burckle.
Kawah Burckle dibentuk oleh meteor berdiameter 2,4 km yang jatuh dengan melepaskan energi 250.000 megaton TNT. Sebagai pembanding, jika seluruh hululedak nuklir
yang ada pada saat ini dikumpulkan dan diledakkan bersama-sama, total energinya 'hanya' 20.000 megaton TNT. Saat kawah terbentuk, ia menyemburkan sedikitnya
980 kilometer kubik ejecta ke atmosfer. Bandingkan dengan erupsi Tambora 1815 yang 'hanya' menyemburkan 200 kilometer kubik tephra dan itupun sudah dinobatkan
sebagai letusan terdahsyat dalam sejarah modern, dimana debunya sanggup memblokir 25 % cahaya Matahari yang tiba di Bumi. Maka ejecta Burckle yang bergentayangan di lapisan stratosfer pasca tumbukan menciptakan tirai penghalang cahaya Matahari teramat tebal hingga memicu perubahan iklim drastis di Bumi, yang dimulai dari musim dingin ekstrim. Ejecta berat jatuh kembali ke Bumi sembari memanaskan atmosfer
setempat dan muncullah kebakaran hutan besar-besaran yang mengemisikan milyaran ton CO2, yang pada gilirannya setelah musim dingin ekstrim selesai justru memicu pemanasan global.
Megatsunami menjadi dampak langsung tumbukan meteor yang tak kalah menggidikkan. Dengan energi sebesar itu dan titik tumbuknya berada di laut dalam, pada jarak
1.000 km dari titik tumbuk, tinggi gelombang tsunami masih sebesar 64 meter untuk kondisi laut dalam.
Sementara pada jarak 20.000 km dari titik tumbuk (atau separo keliling Bumi), tinggi gelombang masih 3,2 meter juga untuk kondisi laut dalam. Untuk memperkirakan tingginya gelombang pasang ini ketika tiba di pantai, kalikan saja dengan faktor run-up 3 hingga 40 kali lipat, bergantung profil pantai. Dengan semua dampak berskala global ini, tak mengherankan jika peradaban zaman perunggu, baik yang berada di pesisir maupun di pedalaman, ambruk.
Kawah Burckle dan kawah (hipotetik) al 'Amarah tidaklah sendirian dalam kejadian 4.000 - 5.000 tahun silam itu. Tumbukan dalam skala lebih kecil juga terjadi di Campo del Cielo (Argentina), Henbury (Australia) dan Kaalijarv (Estonia). Rentetan
kawah-kawah ini mengindikasikan serombongan asteroid yang berasal dari asteroid besar yang terpecah belah telah jatuh ke Bumi di berbagai tempat. Dan dampak
gigantiknya sungguh menunjukkan dengan telanjang bahwa kita manusia, yang mengaku makhluk cerdas ini, adalah demikian kecil.
Post a Comment
0 Comments:
Post a Comment